Jumat, 13 Juli 2012

aik fajry n thamy


BAB I
PENDAHULUAN
A.          LATAR BELAKANG
Seperti apakah berpakaian menurut Islam? Sebelum membahas berpakaian menurut Islam, hendaknya kita ketahui dulu hakikat pakaian. Pakaian adalah salah satu kebutuhan pokok manusia disamping kebutuhan makanan dan tempat tinggal. Menurut Islam pakaian tidak hanya berfungsi sebagai penutup tubuh, baik sebagai fungsi pembeda (diferensiasi), fungsi penentu perilaku, fungsi emosional, fungsi perlindungan, fungsi estetika, penutup aurat, tetapi yang terpenting adalah sebagai fungsi ibadah dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam ajaran Islam, terdapat batasan – batasan tertentu untuk laki – laki maupun perempuan. Khususnya bagi seorang muslimah, mereka memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslimah sejati. Bila pada umumnya pakaian adat bersifat lokal, namun pakaian muslimah bersifat universal. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahasa bagai manakah ketentuan Islam tentang pakaian, baik bagi perempuan maupun bagi seorang laki – laki.
B.       RUMUSAN MASALAH
Dari paparan latar belakang diatas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang rumusan masalah yang akan di bahas, yaitu :
1.      Bagaimana Hakekat pakaian dalam Islam?
2.      Bagaimana Ketentuan Islam tentang pakaian laki – laki ?
3.      Bagaimana Ketentuan Islam tentang pakaian perempuan?





BAB II
PEMBAHASAN
A.     HAKEKAT PAKAIAN DALAM ISLAM
Hakekat berpakaian dalam islam dapat kita lihat daro penyebutan fungsi pakaian dalam Al – Qur’an, di antaranya :
Pertama, berpakaian sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan. Allah SWT berfirman,
يَابَنِي آدَمَقَدْأَنزَلْنَاعَلَيْكُمْلِبَاسًايُوَارِيسَوْءَاتِكُمْوَرِيشًاوَلِبَاسُالتَّقْوَىَذَلِكَخَيْرٌذَلِكَ” "ونَمِنْآيَاتِاللّهِلَعَلَّهُمْيَذَّكَّرُ
 “Wahai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik”. (QS.Al – A’raf , 7:26)

Kedua, pakaian adalah sebagai pelindung dari sengatan panas dan dingin. Allah SWT berfirman,
              بَأْسَكُمْكَذَلِكَيُتِمُّنِعْمَتَهُعَلَيْكُمْلَعَلَّكُمْتُسْلِمُونَ وَسَرَابِيلَتَقِيكُم  ....“
 “........dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas.” (QS. An – Nahl, 16:81)

Ketiga, pakaian adalah sebagai tanda atau identitas yang membedakannya dari golongan lain.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri – istrimu, anak – anak perempuanmu dan istri – istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’Yang demikian itu, supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al – Ahzab, 33:59).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hakekat pakaian dalam Islam adalah pakaian yang memenuhi unsur kepantasan, kesopanan, dan  keindahan. Jika dalam Al – Qur’an penyebutnnya secara global, namun dalam hadits penyebutannya terperinci. Dalam beberapa hadits dinyatakan bahwa kriteria pakaian dalam islam yaitu :
a.       Pakaian yang dipakai tidak menyerupai lawan jenis
b.      Pakaian yang dipakai tidak ketat, tidak transparan dan menutupi seluruh tubuh
c.       Pakaian yang dipakai tidak untuk berbangga diri dan ria’
d.      Pakaian yang dipakai tidak mengandung unsur syirik dan segala sesuatu yang diharamkan Allah.
B.     Ketentuan Islam tentang Pakaian Laki – laki
Pakaian yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:
1. Menutup aurat;
2. Tidak terbuat dari emas atau sutera;
3. Tidak menyerupai pakaian wanita;
4. Tidak menyerupai orang-orang kafir.
a.      Aurat Laki-Laki
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, berdasarkan riwayat ‘Aisyah:
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya, beliau menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada di antara kalian yang menikahkan pembantu, baik seorang budak ataupun pegawainya, hendaklah ia tidak melihat bagian tubuh antara pusat dan di atas lututnya.” [HR. Abu Dawud, no. 418 dan 3587].

Rasulullah Saw bersabda:
Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut. [HR. ad-Daruquthni dan al-Baihaqi, lihat Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid].

Dari Muhammad bin Jahsyi, ia berkata: Rasulullah Saw melewati Ma’mar, sedang kedua pahanya dalam keadaan terbuka. Lalu Nabi bersabda:
“Wahai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu itu, karena sesungguhnya kedua paha itu aurat.” [HR. Ahmad dan Bukhari, lihat Ahkamush Sholat, Ali Raghib].

Jahad al-Aslami (salah seorang ashabus shuffah) berkata: pernah Rasulullah Saw duduk di dekat kami sedang pahaku terbuka, lalu beliau bersabda:
 “Tidakkah engkau tahu bahwa paha itu aurat?” [HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Malik, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-Shabuni].
Juga Rasulullah Saw pernah berkata kepada Ali ra: “Janganlah engkau menampakkan pahamu dan janganlah engkau melihat paha orang yang masih hidup atau yang sudah mati.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-Shabuni].





b.    Larangan Memakai Emas Dan Sutera Bagi Laki-Laki
Larangan ini berdasarkan hadits:
Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib r.a katanya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Baginda memerintahkan kami menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, menunaikan sumpah dengan benar, menolong orang yang dizalimi, memenuhi undangan dan memberi salam. Baginda melarang kami memakai cincin atau bercincin emas, minum dengan bekas minuman dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qasiy yaitu dari sutera, serta mengenakan pakaian sutera, sutera tebal dan sutera halus.” [HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, CD Al-Bayan 1212].

c.    Larangan Menyerupai Wanita
Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk berpakaian menyerupai wanita dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku termasuk berpakaian seperti laki-laki.
d.    Larangan Menyerupai Orang Kafir
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dilarang bagi muslim maupun muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui pakaian, sikap, gaya hidup maupun pandangan hidup. Bagi seorang laki-laki pakaian yang harus dikenakan sama, apakah dia di dalam rumah, di luar rumah, di hadapan mahram atau bukan, kecuali di hadapan isteri.
C.    Pakaian Perempuan dalam Islam
Adapun pakaian yang dikenakan oleh seorang muslimah haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Menutup aurat;
2.      Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan     memenuhi kriteria irkha’);
3.      Tidak tembus pandang;
4.      Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya
5.       Tidak tabarruj;
6.      Tidak menyerupai pakaian laki-laki;
7.      Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.

Rincian masing-masing persyaratan di atas berbeda-beda berdasarkan:
1.      Keberadaan wanita di tempat umum atau di tempat khusus.
2.      Keberadaan wanita di hadapan mahram atau bukan atau di hadapan suami atau bukan.
Penampilan wanita dibedakan antara tempat khusus dan tempat umum. Misalnya di dalam rumsah sendiri seorang wanita boleh membuka jilbabnya dan hanya memakai mihnahnya, kecuali jika ada tamu laki-laki non muhrim. Adapun di tempat umum penampilan wanita dibatasi dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.       Kewajiban menutup aurat, seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
b.      Kewajiban menggunakan pakaian khusus di kehidupan umum, yaitu kerudung (khimar) dan jilbab (pakaian luar yang luas (seperti jubah) yang menutup pakaian harian yang biasa dipakai wanita di dalam rumah (mihnah), yang terulur langsung dari atas sampai ujung kaki.
c.       Larangan tabarruj (menonjolkan keindahan bentuk tubuh, kecantikan dan perhiasan di depan laki-laki non muhrim atau dalam kehidupan umum).
d.      Larangan tasyabbuh terhadap laki-laki.
Khusus untuk wanita menopause diperbolehkan Allah untuk melepaskan jilbabnya hanya saja tetap diperintahkan untuk tidak tabarruj, sehingga diperbolehkan baginya menggunakan baju panjang selapis/tidak rangkap (bukan jilbab) model apa saja selama tidak menampakkan keindahan tubuhnya seperti baju panjang atas bawah, kulot panjang dan lain-lain, Qs. an-Nûr [24]: 60).
Pakaian wanita di dalam rumahnya cukup menggunakan mihnah (kecuali ada tamu bukan mahrom, maka wajib menutup aurat yang harus ditutup di hadapan bukan mahrom). Di hadapan mahrom maka cukup menggunakan mihnah (kecuali di tempat umum maka harus memenuhi pakaian wanita di tempat umum), di hadapan suami tidak ada keharusan menutup bagian tubuhnya (walaupun dianjurkan tidak telanjang).


Adapun aurat Wanita
Pembahasan aurat wanita dibagi menjadi tiga keadaan, yaitu:
  1. Di hadapan suami mereka maka wanita boleh menampakkan seluruh bagian tubuhnya (berdasarkan hadits riwayat Bahz bin Hakim).
  2. Di hadapan muhrimnya dan orang-orang yang disebut dalam Qs. an-Nûr [24]: 31 dan Qs. an-Nisâ’ [4]: 23 maka baginya boleh menampilkan bagian tertentu dari anggota tubuhnya yang biasa disebut mahaluzzinah yaitu anggota badan yang biasanya dijadikan tempat perhiasan, seperti: kepala seluruhnya, tempat kalung (leher), tempat gelang tangan (pergelangan tangan) sampai pangkal lengan dan tempat gelang kaki (pergelangan kaki) sampai lutut. Mahaluzzinah ini biasa tampak ketika wanita memakai baju dalam rumah (mihnah). Selain itu anggota tubuh lain boleh tampak termasuk apabila ada hajat seperti perut, payudara, kecuali aurat yang ada di antara pusar dan lutut.
Pemahaman mahaluzzinah ini diambil dari firman Allah SWT:

“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali…” (Qs. an-Nûr [24]: 31).

     Kata zinah yang secara bahasa berarti perhiasan, tetapi bukanlah perhiasan yang biasa dipakai orang tetapi makna zinah di sini adalah anggota badan yang merupakan tempat perhiasan (mahaluzzinah), karena illa mâ zhahara minha yang dimaksud adalah yang biasa nampak pada saat itu (saat ayat ini turun) yaitu muka dan telapak tangan, jadi menyangkut anggota badan.
  1. Adapun di hadapan laki-laki selain suami dan muhrimnya maka aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Dasar dari penentuan aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, yaitu:

“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).

Sedangkan yang dimaksud dengan yang biasa nampak daripadanya adalah wajah dan telapak tangan. Karena dua bagian ini yang biasa nampak dari wanita muslimah di hadapan Rasul Muhammad Saw (baik dalam sholat, haji maupun dalam kehidupan sehari-hari di luar sholat dan haji) dan Rasul mendiamkannya sementara ayat-ayat al-Qu’ran masih turun. Tafsir mengenai hal ini, Ibnu Abbas menyatakan yang dimaksud dengan illa mâ zhahara minha adalah muka dan tangan, juga dari Imam Ibnu Jarir ath-Thabari menyatakan “Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa nampak adalah muka dan telapak tangan.” (Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jld. 18, hal. 94). Hal tersebut diperkuat dengan sabda Rasul Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai Asma’: Sesungguhnya wanita yang telah haid tidak layak baginya terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk pada wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud, No. 3580].
Qs. an-Nûr [24]: 31 turun sebelum ayat tentang jilbab sehingga ayat ini hanya menyampaikan batasan aurat dan perintah memakai kerudung. Sedangkan kewajiban berjilbab akan dibahas menyusul. Adapun berkaitan dengan apa aurat itu ditutup, maka sesungguhnya syara’ tidak menentukan pakaian tertentu untuk menutup aurat, tetapi hanya memberikan beberapa syarat yaitu:
  1. Pakaian itu tidak menampakkan aurat (dapat menutup semua aurat).
  2. Pakaian itu dapat menutup kulit, sehingga tidak diketahui warna kulit dari wanita yang memakainya, yaitu apakah kulitnya putih, merah, kuning, hitam dan lain-lain. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut tidak dapat diianggap sebagai penutup aurat. Jika pakaian itu tipis misal brokat, kerudung tipis, kaos kaki tipis, rukuh tipis dan lain-lain, sehingga kelihatan warna kulit (rambut) si pemakai pakaian itu, maka wanita yang memakai pakaian tersebut dianggap auratnya tampak atau tidak menutupi auratnya. Dalil bahwa syariat Islam telah mewajibkan menutup kulit sehingga tidak tampak warna kulitnya adalah hadits yang diriwayatkan dari A’isyah ra, beliau telah meriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah Saw dengan memakai baju yang tipis maka Rasulullah memalingkan wajahnya dari Asma’ dan bersabda:
“Wahai Asma’: Sesungguhnya wanita yang telah haid tidak layak baginya terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini…” [HR. Abu Dawud, no. 3580].
Rasulullah dalam hadits di atas menganggap baju yang tipis belum menutup aurat dan menganggap auratnya terbuka, sehingga beliau memalingkan wajah dari Asma’ dan memerintahkan Asma’ untuk menutup aurat. Dalil lain yang memperkuat dalam masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan Usamah:
“Perintahkan isterimu untuk mengenakan pakaian tipis lagi (gholalah) di bawah baju tipis tersebut. Sesungguhnya aku takut wanita itu tersifati tulangnya.”
Rasulullah Saw ketika mengetahui Usamah memakaikan pakaian tipis itu pada isterinya, beliau menyuruhnya agar isterinya mengenakan pakaian tipis lagi di bawah pakaian tipisnya itu. Dan Rasulullah memberi illat pada masalah itu dengan sabdanya:
“Sesungguhnya aku takut wanita itu tersifati tulangnya.”
Artinya wanita harus menutup sifat dari tulangnya, tidak boleh menggunakan pakaian yang tipis, sehingga kelihatan warna kulitnya.
Dengan demikian wanita harus memperhatikan 2 syarat tersebut ketika memilih jenis dan bahan pakaian penutup aurat termasuk penutup aurat di depan mahrom dan wanita lain seperti celana 3/4 sampai lutut, daster dan lain-lain.
Hanya saja apabila wanita selain yang menopause berada di luar rumah atau tempat-tempat umum (masjid, pasar, jalanan dan lain-lain) maka selain batasan aurat dan larangan tabarruj, terdapat ketentuan lain yang perlu diperhatikan yaitu adanya kewajiban menggunakan pakaian khusus yang telah diperintahkan Allah berupa khimar (kerudung) dan jilbab (jubah langsungan dari atas sampai ujung kaki), bukan pakaian lain seperti baju panjang atas bawah, kulot panjang dan lain-lain. Meskipun jenis baju tersebut menutup aurat tetapi bukan termasuk jilbab, oleh karena itu jenis pakaian tersebut hanya bisa dipakai oleh wanita yang sudah menopause dan sudah tidak punya keinginan seksual (Qs. an-Nûr [24]: 60). Untuk wanita menopause ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam berpenampilan yaitu tidak diperbolehkan tabarruj. Oleh karena itu celana panjang, kaos kaki panjang, kaos stret pas badan tidak boleh digunakan sebagai penutup aurat wanita menopause karena termasuk tabarruj (menonjolkan kecantikan dan perhiasan/bentuk tubuh). Untuk lebih detailnya tentang pakaian khusus di kehidupan umum maka dapat dilihat pada pembahasan selanjutnya.
Pakaian Wanita di dalam Kehidupan Umum
Dalam kehidupan umum, yaitu pada saat wanita berada di luar rumahnya/di hadapan laki-laki non mahrom, maka seorang wanita harus menggunakan pakaian secara sempurna, yakni:
  1. Menutup aurat;
  2. Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan memenuhi kriteria irkha’);
  3. Tidak tembus pandang;
  4.  Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya;
  5. Tidak tabarruj;
  6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki;
  7. Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.
Dalil-dalil mengenai masalah ini lihat lagi pembahasan di atas. Adapaun dalil lainnya adalah sebagai berikut:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkankhumur (kain kerudung) ke juyub (dada)-nya, dan janganlah menampakkan perhiasanyaa, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung’.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
Kewajiban menggunakan khumur muncul dari perintah dan hendaklah mereka menutupkan khumur/kain kerudung ke juyub (dada)-nya.
Khumur adalah jama’ dari khimar yaitu kerudung yang menutupi kepala, dan juyub adalah jama’ dari kata jaibun yaitu ujung pakaian (kancing pembuka) yang ada di sekitar leher dan di atas dada. Dengan kata lain khimar adalah kain yang menutupi kepala tanpa menutupi wajah, terulur sampai sampai menutupi ujung pakaian bawah (jilbab) yakni kancing baju di atas dada. Dengan demikian untuk bagian atas badan wanita diwajibkan mengenakan kerudung yang diulurkan sampai ujung pakaian (kancing pembuka)/di atas dada. Sedangkan bawahnya diperintahkan menggunakan jilbab/jubah. Dalil kewajibannya adalah sebagai berikut:
  1. Ungkapan Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka sebagaimana disebutkan dalamfirman Allah SWT:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).
  1. Kebolehan menanggalkan pakaian luar (jilbab) bagi wanita menopouse dengan ungkapan tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka sebagaimana dalam firman Allah SWT:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan (tabarruj), dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. an-Nûr [24]: 60).
  1. Ungkapan salah seorang di antara kami tidak mempunyai jilbab, Rasulullah bersabda: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” Sebagimana dalam hadits dari Ummu ‘Athiyah ra. Berkata:
     Rasulullah memerintahkan kepada kami, nenek-nenek, wanita yang sedang haid, wanita pingitan untuk keluar pada hari raya Fitri dan Adha. Maka bagi wanita yang sedang haid janganlah sholat dan hendaklah menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Saya berkata: “Ya Rasulullah salah seorang di antara kami tidak mempunyai jilbab”, Rasulullah bersabda: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR. Muslim, no 1475].

Pada Qs. al-Ahzab [33]: 59 dan hadist dari Ummu ‘Athiyah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan muslimah menggunakan sejenis pakaian yang disebut jilbab.
D.     Nilai positif Akhlak Berpakaian
Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk melindungi kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian, langsung terkena pancaran sinar ultra violet, maka kulit kita akan terbakar dan kita bisa mengalami kanker kulit.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh menusia agar tetap stabil, dengan menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita. Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, apabila kita menggunakan pakaian yang bagus dan kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakaian yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah baju kita suci dan pantas untuk dipakai
.
E.     Membiasakan akhlak berpakaian
Agama Islam memerintahkan pemeluknya agara berpakaian yang baik dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing – masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat dan keindahan.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al – Qur’an dan Hadits. Didalam Islam, kita sebagai umat Allah tidak diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, tetap harus mengikuti aturan itu sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq. Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari Dunia Barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai umat muslim. Maka dari itu biasakanlah berpakaian sesuai syari’at Islam, agar tidak terpengaruh oleh pengaruh – pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturanNya.
















BAB III
PENUTUP
A.     SIMPULAN
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pakaian dalam ketentuan islam adalah pakaian yang memenuhi nilai kesopanan, kesantunan, dan keindahan, baik sebagai seorang muslim atau seorang muslimah. Dimana, seperti yang kita ketahui bahwa setiap seorang muslin dan mesulimah memiliki ketentuan khusus dalam berpakaian, yaitu mengenai aurat. Aurat laki – laki ( muslim ) adalah antara pusar dan lutut, sedangkan aurat bagi seorang wanita (muslimah) yaitu seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Adapun ketentuan pakaian bagi seorang muslim dan muslimah yaitu, tidak menyerupai lawan jenisnya, larangan memakia emas dan sutra (bagi laki – laki), pakaian tidak ketat dan menutupi seluruhn anggota tubuh serta tidak tarnsparan / tipis (bagi muslimah).
B.     SARAN
Untuk lebih melengkapi makalah ini, bagi pemakalah selanjutnya diharapkan dapat melengkapi secara mendalam terhadap materi  ketentuan pakaian dalam islam.
     

aik kelompokq



BAB I
PENDAHULUAN

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Perjuangan Muhammadiyah adalah perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Perjuangan Muhammadiyah tersebut dilaksanakan melalui gerakan dakwah amar makruf nahi munkar di seluruh lapangan kehidupan dengan sasaran umat da’wah dan umat ijabah baik pada level perseorangan maupun masyarakat sebagaimana yang menjadi misi persyarikatan.
Perjuangan mendakwahkan Islam tersebut akan mencapai keberhasilan jika dilaksanakan olehmereka yang benar-benar beriman dan beramal saleh yang senantiasa beribadah kepada Allah.






STRATEGI (KHITTAH) PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

Ø  Pengertian Khittah
Khittah artinya garis besar perjuangan. khittah itu mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan. hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah. garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
Dengan demikian, khittah perjuangan dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan Pemuda Muhammadiyah dalam mewujudkan misi dan cita-cita gerakannya. Khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah berisi pokok-pokok pikiran yang diharapkan dapat menjadi garis perjuangan gerakan Pemuda Muhammadiyah ke depan. Di dalam rumusan Khittah Perjuangan ini terkandung aspek pembaruan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaruan diarahkan pada upaya peneguhan eksistensi Pemuda Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mampu menyelesaikan problematika umat Islam, khususnya mereka yang bernaung di bawah panji-panji persyarikatan Muhammadiyah. Sementara aspek kesinambungan merupakan upaya mempertahankan capaian-capaian positif yang selama ini dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah.
Khittah Perjuangan Pemuda Muhammadiyah diharapkan bukan hanya sekedar retorika yang kaya wacana tetapi miskin kerja nyata. Melalui khittah, gerakan Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemulihan krisis yang telah lama menghimpit sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Sudah saatnya Pemuda Muhammadiyah bangkit sebagai kekuatan terdepan di dalam merespon dan menyikapi dinamika zaman. Pemuda Muhammadiyah harus tekun, rajin, dan cerdas dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok.


Ø  Pengertian Strategi
Istilah strategi sering diidentikkan dengan dunia kemiliteran. Pada mulanya memang istilah strategi itu berasal dari dunia militer Yunani Kuno, yaitu “stratego”, yang artinya merencanakan pemusnahan musuh. Dalam bahasa Inggris, kata ”strategy” (kata benda dengan jamak ”strategies”) berarti ilmu siasat (perang), atau siasat, akal. Dalam perkembangannya, istilah strategi tidak hanya dimonopoli oleh khasanah dunia kemiliteran, tetapi juga untuk hal-hal atau aspek kehidupan lain, seperti strategi pembangunan, strategi perjuangan, strategi manajemen, dan sebagainya.
Dalam dunia dakwah Islam istilah strategi dikaitkan dengan siasat dakwah berdasar beberapa prinsip dan pola pelaksanaannya. Di lingkungan Muhammadiyah istilah “strategi perjuangan” sering dikaitkan dengan “Khittah Perjuangan” Muhammadiyah yang menyangkut pola dasar dan strategi program persyarikatan. Bahkan dalam kaitan program, istilah strategi dikaitkan sebagai garis kebijaksanaan yang menyangkut kristalisasi, konsolidasi, dan kaderisasi.
Jadi, istilah “strategi perjuangan Muhammadiyah” menunjuk pada pengertian yang bersifat umum dan operasional, yaitu rangkaian garis kebijakan dan langkah-langkah gerakan berdasarkan perhitungan untuk melaksanakan misi dan mewujudkan tujuan persyarikatan.
Ø  Urgensi Strategi Perjuangan Muhammadiyah
Perumusan dan pelaksanaan strategi perjuangan Muhammadiyah merupakan faktor penting dalam menggerakkan Muhammadiyah mengingat:
·         Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dengan kepribadiannya yang khas mempunyai misi dakwah amar makruf nahi munkar di seluruh lapangan kehidupan dan lapisan masyarakat yang harus direncanakan, dilaksanakan, dan dikembangkan terus menerus sepanjang waktu dan keadaan.
·         Muhamadiyah dalam mencapai misi, maksud dan tujuannya, maka harus melalui perjuangan yang terencana, terarah, dan diperhitungkan sedemikian rupa melalui langkah-langkah kebijakan dan operasional yang tepat.
·         Gerakan Muhammadiyah meskipun memiliki landasan yang kokoh yang benar (Al-Qur’an dan Sunnah), prinsip yang kuat, identitas yang jelas, fungsi dan misi yang pasti, serta maksud dan tujuan yang jelas; hal-hal tersebut hanya akan menjadi idealisme semata jika tanpa disertai dengan usaha-usaha konkret yang disusun secara teratur, terencana, dan penuh perhitungan.
Dari tiga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi perjuangan Muhammadiyah merupakan faktor penting untuk menjembatani idealisme dengan perwujudannya dalam kenyataan, antara yang normatif dengan empirik, antara cita-cita subjektif dangan dunia objektif, serta menyambung gerakan antara masa lalu, sekarang, dan yang akan datang.
Ø  Khittah Perjuangan sebagai Pola dasar dan teori Strategi
Ditinjau dari struktur konsepsinya, pada hakekatnya strategi perjuangan Muhammadiyah merupakan operasionalisasi strategis dari Khittah Perjuangan Muhammadiyah. Karena itu, Khittah Perjuangan Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai pola dasar dari strategi Perjuangan Muhammadiyah.
Dilihat dari substansinya, Khittah Perjuangan Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai teori perjuangan, yakni sebagai kerangka berfikir untuk memahai dan memecahkan persoalan yang dihadapi Muhammadiyah sesuai dengan gerakannya dalam konteks situasi dan kondisi yang dihadapi. Atas teori perjuangan sebagaimana dikandung dalam khittah itu kemudia disusun strategi perjuangan sebagai rangkaian kebijakan dan pelaksanaannya.
Ø  Dasar Program Muhammadiyah
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
·           Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
·           Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat. 
Ø  Dimensi-Dimensi Perjuangan
·           Dimensi Keagamaan
Pada dimensi keagamaan, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat berperan aktif dalam menggiring umat ke posisi arus tengah Islam (ummatan wa syatha). Dengan posisi ini, umat Islam tidak terjebak dalam skenario yang dimainkan oleh pihak lain yang kerapkali bertujuan untuk memecah belah umat Islam. Sudah saatnya umat Islam dikembalikan pada satu cita-cita, yaitu membebaskan manusia dari setiap patologi sosial dan penyakit peradaban yang selama ini merasuki alam pikiran manusia modern. Untuk itu, seluruh kader Pemuda Muhammadiyah harus menebar pesona Islam di setiap waktu dan tempat dengan cara melaksanakan ajaran Islam secara total.
Untuk melaksanakan ajaran Islam secara total, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat mengaktifkan kembali gerakan dakwah jama’ah dengan menjadikan masjid sebagai pusat informasi dan komunikasi antar aktivis. Dakwah jama’ah diperlukan bukan hanya untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah di kalangan aktivis pemuda, tetapi lebih dari itu da’wah jama’ah juga diharapkan mampu melindungi persyarikatan Muhammadiyah dari upaya “penyusupan” yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu di kalangan umat Islam yang memiliki kiprah dan ideologi yang berbeda dengan Muhammadiyah.
Selain itu, Pemuda Muhammadiyah harus memperluas jaringan dakwahnya ke seluruh masyarakat hingga menyentuh berbagai suku, ras, budaya dan adat istiadat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Jalan yang dapat ditempuh adalah dengan menghidupkan gerakan dakwah kultural yang juga berfungsi sebagai sebagai salah satu sarana perekrutan kader-kader persyarikatan.
Dalam tatanan kehidupan beragama di tengah komunitas umat Islam, Pemuda Muhammadiyah harus mampu menampilkan dirinya sebagai teladan dalam menjembatani sekaligus memediasi setiap perbedaan pandangan, penafsiran, dan praktek keagamaan yang terjadi di kalangan umat Islam.
Pemuda Muhammadiyah harus mampu merajut dan merekatkan ukhuwah Islamiyah dengan cara mengajak semua pihak untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara bersama-sama.
Seiring dengan itu, Pemuda Muhammadiyah dituntut agar selalu menjadi inspirator dan motivator dalam mengembangkan dakwah Islam yang humanis, terbuka, dan mencerahkan. Pemuda Muhammadiyah menolak secara tegas segala tindak kekerasan atas nama agama dalam memperjuangkan dan menegakkan agama Islam. Agama Islam harus disampaikan dengan cara damai, santun, dan beradab agar Islam benar-benar tampil sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Terkait dengan heterogenitas agama di Indonesia, Pemuda Muhammadiyah harus membuka diri untuk selalu melakukan dialog antar umat beragama. Cara yang paling efektif untuk dilakukan adalah menjalin kerjasama lintas agama dalam kerja-kerja kemanusiaan. Pemuda Muhammadiyah dapat memulai gerakan ini dengan menciptakan musuh bersama (common enemy) agama-agama berupa kebodohan, kemiskinan, krisis lingkungan, bencana alam, penyakit menular, narkotika, dan lain-lain.
·           Dimensi sosial
Pada dimensi sosial, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam merajut kohesivitas sosial dengan seluruh komponen bangsa. Dengan kohesivitas sosial yang baik, seluruh anak bangsa akan dapat bekerja sama dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih menjanjikan. Kohesivitas sosial hanya dapat diwujudkan jika keadilan dapat ditegakkan pada seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah harus berani melawan setiap ketidakadilan yang terjadi baik yang dilakukan secara personal maupun yang diorganisir secara struktural. Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa bangsa ini hanya dapat berdiri dengan kokoh atas dasar prinsip-prinsip keadilan sebagaimana telah diperintahkan Allah
Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, Pemuda Muhammadiyah mendasarkan pokok perjuangannya kepada empat macam persoalan mendasar. Pertama, rendahnya kualitas dan tidak meratanya akses pendidikan bagi semua anak bangsa. Berkenaan dengan hal ini, Pemuda Muhammadiyah dituntut untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam memperjuangkan kualitas dan kuantitas lembaga-lembaga pendidikan. Di samping itu, Pemuda Muhammadiyah juga dituntut untuk selalu mengikuti, mengkritisi, sekaligus memberikan masukan konstruktif pada setiap produk regulasi pendidikan yang ditetapkan pemerintah.
Kedua, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk menjawab masalah ini, Pemuda Muhammadiyah dituntut agar selalu berperan aktif dalam memperjuangkan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana pelayanan kesehatan, peningkatan kuantitas anggaran pembiayaan kesehatan, dan sosialisasi pola dan gaya hidup sehat.
Ketiga, tingginya angka pengangguran dan maraknya tindak kriminalitas. Menyikapi masalah ini, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat berpartispasi aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung setiap usaha semua pihak yang diarahkan pada upaya perbaikan taraf hidup rakyat.
Keempat, rendahnya moral dan akhlak anak bangsa. Terkait masalah ini, Pemuda Muhammadiyah harus memprakarsai berbagai macam program yang berorientasi pada upaya revitalisasi akhlak dan moral bangsa. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara menghidupkan kembali ajaran agama sebagai basis utama pertahanan akhlak dan moral. Selain itu, kearifan-kearifan lokal yang dijadikan sebagai panutan di masa lalu dapat dijadikan tawaran alternatif dalam mengimbangi moralitas sekuler, hedonis, dan materialis akibat perkembangan informasi dan teknologi serta arus globalisasi yang tidak terkendali.
·           Dimensi Ekonomi
Dimensi eknomi merupakan elan vital yang harus menjadi fokus perhatian utama Pemuda Muhammadiyah. Secara umum, tingkat ekonomi umat Islam masih berada di bawah tingkat ekonomi umat beragama lain. Fakta empiris menunjukkan bahwa saat ini umat Islam cenderung dijadikan sebagai sasaran market paling empuk dari negara-negara produsen. Umat Islam sama sekali tidak mampu bersaing dalam pasar global yang semakin hari semakin kompetitif. Padahal, ajaran Islam mengharuskan umat Islam untuk tidak hanya memperhatikan persoalan-persoalan ukhrawi semata, tetapi juga harus memperhatikan persoalan-persoalan duniawi
Melalui refleksi yang cukup dalam terhadap ayat tersebut, Pemuda Muhammadiyah merasa terpanggil untuk segera mencari solusi dalam memberdayakan ekonomi umat Islam. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sistem ekonomi syariah pada seluruh dimensi ekonomi umat sebagai antitesis terhadap sistem ekonomi kapitalis yang selama ini “menjajah” umat Islam. Pengembangan ekonomi syariah dapat dilakukan dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pemberdayaan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) baik formal seperti bank, asuransi, zakat, infaq, shadaqah, dan koperasi maupun informal seperti pendirian lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi umat pada sektor pertanian, perikanan, dan unit-unit ekonomi kerakyatan lainnya.
Sejalan dengan itu, Pemuda Muhammadiyah juga dituntut untuk mendidik kader-kadernya agar siap diterjunkan ke dunia usaha sebagai pejuang-pejuang ekonomi umat di tengah-tengah masyarakat. Dalam konteks ini, potensi jaringan Pemuda Muhammadiyah secara nasional perlu dikembangkan sehingga memiliki daya saing yang cukup tangguh dalam menggerakkan perekenomian umat. Potensi lain yang dapat dikembangkan adalah pemberdayaan institusi-institusi Islam seperti mesjid, sekolah-sekolah Islam, majlis ta’lim, dan Islamic center sebagai pusat perekonomian umat.
·           Dimensi Politik
Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa politik dan berpolitik bukanlah hal yang dilarang oleh agama. Dan Pemuda Muhammadiyah bukanlah organisasi apolitik. Bahkan sebaliknya, Pemuda Muhammadiyah menjadikan politik sebagai salah satu sarana dakwah yang paling efektif dalam membumikan kehendak Tuhan di muka bumi. Namun demikian, Pemuda Muhammadiyah meyakini bahwa kekuasaan politik merupakan ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia
Oleh karena kekuasaan politik merupakan bagian dari ujian Allah, maka Pemuda Muhammadiyah harus mengarahkan perjuangan politiknya bagi kepentingan Islam dan umat Islam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemuda Muhammadiyah dituntut melakukan langkah-langkah sistematis dan strategis melalui empat strategi dan lapangan perjuangan politik yaitu: Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara.
Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara.
Ketiga, mengelola fragmentasi potensi dan kekuatan politik secara baik dan benar agar seluruh kepentingan umat Islam dapat terakomodasi secara maksimal. Bila usaha untuk mempersatukan partai-partai politik Islam di bawah satu bendera sulit dilakukan, maka hal yang paling mungkin dilakukan adalah mempersatukan politisi Islam di lembaga-lembaga legislatif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Meskipun kenderaan politik berbeda, namun tujuan dan orientasinya haruslah tetap sama.
Keempat, pembumian nilai-nilai keislaman di jalur kultural (cultural approach). Melalui lahan ini, Pemuda Muhammadiyah memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan energi sumber daya umat sebagai basis penguatan civil society. Target akhir yang ingin dicapai adalah agar Pemuda Muhammadiyah dapat menyalurkan aspirasi politiknya secara maksimal dalam menjaga kelangsungan agama sekaligus menata kehidupan dunia (hirasat al-din wa siyasat al-dunya).
·           Dimensi Kebudayaan dan Peradaban
Melalui kalkulasi sederhana, Pemuda Muhammadiyah memandang bahwa peradaban Barat lebih maju dari peradaban Islam, antara lain dibuktikan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial-politik yang dicapai Barat. Dengan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat fisik material, fenomena kebangkitan peradaban Barat merupakan keniscayaan.
Namun bila dikaji lebih dalam, kemajuan sains dan teknologi yang menjadi basis fundamental bangunan peradaban Barat justru telah menelantarkan dunia di ambang pintu krisis global yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Krisis global yang dihadapi umat manusia di planet ini telah menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan seperti bidang kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, ekologi, dan hubungan sosial. Krisis juga melanda dimensi-dimensi intelektual, moral, dan spiritual. Anehnya, peradaban Barat ini dijadikan sebagai cermin yang harus diikuti oleh semua negara, termasuk negara-negara Islam. Inilah yang menyebabkan rapuhnya fondasi peradaban dunia secara global.
Kerapuhan fondasi peradaban Barat itu merupakan peluang besar bagi Pemuda Muhammadiyah untuk membangun peradaban alternatif yang berdimensi moral dan spiritual. Agenda utama yang harus dikedepankan antara lain membangun kesadaran eksistensial manusia yang tidak terpisahkan dari Tuhan. Keyakinan terhadap kehadiran
Tuhan dalam seluruh dimensi kehidupan akan memberikan kekuatan sekaligus kedamaian dalam hati setiap manusia yang menjadi aktor pendukung setiap kebudayaan. Bertolak dari realitas obyektif di atas, Pemuda Muhammadiyah dituntut untuk mewujudkan peradaban Islam masa depan dengan melakukan upaya-upaya rekonstruktif melalui upaya pembumian wahyu melalui kontekstualisasi ajaran Islam. Kontekstualisasi ajaran Islam tentu saja harus dibarengi dengan upaya eksplorasi ilmu pengetahuan (scientific exploration). Di samping itu, Pemuda Muhammadiyah juga harus mengambil peran dalam upaya mencari penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan (scientific discovery). Dengan ilmu pengetahuan yang berorientasi ilahiyah-lah, tatanan kebudayaan dan peradaban dunia dapat diwujudkan secara baik.
BAB III
KESIMPULAN

Perjuangan Muhammadiyah adalah perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Perjuangan Muhammadiyah tersebut dilaksanakan melalui gerakan dakwah amar makruf nahi munkar di seluruh lapangan kehidupan dengan sasaran umat da’wah dan umat ijabah baik pada level perseorangan maupun masyarakat.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.