BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Seperti apakah berpakaian
menurut Islam? Sebelum membahas berpakaian menurut Islam, hendaknya kita
ketahui dulu hakikat pakaian. Pakaian
adalah salah satu kebutuhan pokok manusia disamping kebutuhan makanan dan
tempat tinggal. Menurut Islam pakaian tidak hanya berfungsi sebagai penutup
tubuh, baik sebagai fungsi pembeda (diferensiasi), fungsi penentu perilaku,
fungsi emosional, fungsi perlindungan, fungsi estetika, penutup
aurat, tetapi yang terpenting adalah sebagai fungsi ibadah dan ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam ajaran Islam, terdapat batasan – batasan
tertentu untuk laki – laki maupun perempuan. Khususnya bagi seorang muslimah,
mereka memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jati dirinya sebagai seorang
muslimah sejati. Bila pada umumnya pakaian adat bersifat lokal, namun pakaian
muslimah bersifat universal. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahasa
bagai manakah ketentuan Islam tentang pakaian, baik bagi perempuan maupun bagi
seorang laki – laki.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari paparan latar belakang diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan tentang rumusan masalah yang akan di bahas, yaitu :
1.
Bagaimana
Hakekat pakaian dalam Islam?
2.
Bagaimana
Ketentuan Islam tentang pakaian laki – laki ?
3.
Bagaimana
Ketentuan Islam tentang pakaian perempuan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. HAKEKAT
PAKAIAN DALAM ISLAM
Hakekat
berpakaian dalam islam dapat kita lihat daro penyebutan fungsi pakaian dalam Al
– Qur’an, di antaranya :
Pertama,
berpakaian sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan. Allah SWT berfirman,
يَابَنِي آدَمَقَدْأَنزَلْنَاعَلَيْكُمْلِبَاسًايُوَارِيسَوْءَاتِكُمْوَرِيشًاوَلِبَاسُالتَّقْوَىَذَلِكَخَيْرٌذَلِكَ” "ونَمِنْآيَاتِاللّهِلَعَلَّهُمْيَذَّكَّرُ
“Wahai anak Adam, sesungguhnya kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik”. (QS.Al – A’raf , 7:26)
Kedua,
pakaian adalah sebagai pelindung dari sengatan panas dan dingin. Allah SWT
berfirman,
”
بَأْسَكُمْكَذَلِكَيُتِمُّنِعْمَتَهُعَلَيْكُمْلَعَلَّكُمْتُسْلِمُونَ وَسَرَابِيلَتَقِيكُم ....“
“........dan Dia jadikan bagimu pakaian yang
memeliharamu dari panas.” (QS. An – Nahl, 16:81)
Ketiga,
pakaian adalah sebagai tanda atau identitas yang membedakannya dari golongan
lain.
“Hai
Nabi, katakanlah kepada istri – istrimu, anak – anak perempuanmu dan istri –
istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.’Yang demikian itu, supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al –
Ahzab, 33:59).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hakekat pakaian dalam
Islam adalah pakaian yang memenuhi unsur kepantasan, kesopanan, dan keindahan. Jika dalam Al – Qur’an
penyebutnnya secara global, namun dalam hadits penyebutannya terperinci. Dalam
beberapa hadits dinyatakan bahwa kriteria pakaian dalam islam yaitu :
a.
Pakaian
yang dipakai tidak menyerupai lawan jenis
b.
Pakaian
yang dipakai tidak ketat, tidak transparan dan menutupi seluruh tubuh
c.
Pakaian
yang dipakai tidak untuk berbangga diri dan ria’
d.
Pakaian
yang dipakai tidak mengandung unsur syirik dan segala sesuatu yang diharamkan
Allah.
B.
Ketentuan
Islam tentang Pakaian Laki – laki
Pakaian
yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:
1. Menutup aurat;
2. Tidak terbuat dari emas atau sutera;
3. Tidak menyerupai pakaian wanita;
4. Tidak menyerupai orang-orang kafir.
1. Menutup aurat;
2. Tidak terbuat dari emas atau sutera;
3. Tidak menyerupai pakaian wanita;
4. Tidak menyerupai orang-orang kafir.
a. Aurat
Laki-Laki
Aurat
laki-laki adalah antara pusar dan lutut, berdasarkan riwayat ‘Aisyah:
Dari
‘Amr bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya, beliau menuturkan bahwa
Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada di antara kalian yang menikahkan pembantu,
baik seorang budak ataupun pegawainya, hendaklah ia tidak melihat bagian tubuh
antara pusat dan di atas lututnya.” [HR. Abu Dawud, no. 418 dan 3587].
Rasulullah
Saw bersabda:
Aurat
laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut. [HR. ad-Daruquthni dan
al-Baihaqi, lihat Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid].
Dari
Muhammad bin Jahsyi, ia berkata: Rasulullah Saw melewati Ma’mar, sedang kedua
pahanya dalam keadaan terbuka. Lalu Nabi bersabda:
“Wahai
Ma’mar, tutuplah kedua pahamu itu, karena sesungguhnya kedua paha itu aurat.”
[HR. Ahmad dan Bukhari, lihat Ahkamush Sholat, Ali Raghib].
Jahad
al-Aslami (salah seorang ashabus shuffah) berkata: pernah Rasulullah Saw duduk
di dekat kami sedang pahaku terbuka, lalu beliau bersabda:
“Tidakkah engkau tahu bahwa paha itu aurat?”
[HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Malik, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali
ash-Shabuni].
Juga Rasulullah Saw pernah
berkata kepada Ali ra: “Janganlah engkau
menampakkan pahamu dan janganlah engkau melihat paha orang yang masih hidup
atau yang sudah mati.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shafwât at-Tafâsir,
Muhammad Ali ash-Shabuni].
b. Larangan
Memakai Emas Dan Sutera Bagi Laki-Laki
Larangan
ini berdasarkan hadits:
Diriwayatkan
dari al-Bara’ bin Azib r.a katanya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang
kami dari tujuh perkara. Baginda memerintahkan kami menziarahi orang sakit,
mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, menunaikan sumpah dengan benar,
menolong orang yang dizalimi, memenuhi undangan dan memberi salam. Baginda
melarang kami memakai cincin atau bercincin emas, minum dengan bekas minuman
dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qasiy yaitu dari sutera, serta
mengenakan pakaian sutera, sutera tebal dan sutera halus.” [HR. Bukhari,
Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, CD Al-Bayan 1212].
c. Larangan
Menyerupai Wanita
Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk
berpakaian menyerupai wanita dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku
termasuk berpakaian seperti laki-laki.
d. Larangan
Menyerupai Orang Kafir
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar)
dilarang bagi muslim maupun muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui
pakaian, sikap, gaya hidup maupun pandangan hidup. Bagi seorang laki-laki
pakaian yang harus dikenakan sama, apakah dia di dalam rumah, di luar rumah, di
hadapan mahram atau bukan, kecuali di hadapan isteri.
C.
Pakaian
Perempuan dalam Islam
Adapun pakaian yang dikenakan oleh seorang muslimah
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Menutup
aurat;
2.
Menetapi
jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan memenuhi kriteria irkha’);
3.
Tidak
tembus pandang;
4.
Tidak
menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya
5.
Tidak tabarruj;
6.
Tidak
menyerupai pakaian laki-laki;
7.
Tidak
tasyabbuh terhadap orang kafir.
Rincian
masing-masing persyaratan di atas berbeda-beda berdasarkan:
1.
Keberadaan
wanita di tempat umum atau di tempat khusus.
2.
Keberadaan
wanita di hadapan mahram atau bukan atau di hadapan suami atau bukan.
Penampilan wanita dibedakan antara tempat khusus dan
tempat umum. Misalnya di dalam rumsah sendiri seorang wanita boleh membuka
jilbabnya dan hanya memakai mihnahnya, kecuali jika ada tamu laki-laki non
muhrim. Adapun di tempat umum penampilan wanita dibatasi dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.
Kewajiban
menutup aurat, seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
b.
Kewajiban
menggunakan pakaian khusus di kehidupan umum, yaitu kerudung (khimar) dan
jilbab (pakaian luar yang luas (seperti jubah) yang menutup pakaian harian yang
biasa dipakai wanita di dalam rumah (mihnah), yang terulur langsung dari atas
sampai ujung kaki.
c.
Larangan
tabarruj (menonjolkan keindahan bentuk tubuh, kecantikan dan perhiasan di depan
laki-laki non muhrim atau dalam kehidupan umum).
d.
Larangan
tasyabbuh terhadap laki-laki.
Khusus untuk wanita
menopause diperbolehkan Allah untuk melepaskan jilbabnya hanya saja tetap
diperintahkan untuk tidak tabarruj, sehingga diperbolehkan baginya menggunakan
baju panjang selapis/tidak rangkap (bukan jilbab) model apa saja selama tidak
menampakkan keindahan tubuhnya seperti baju panjang atas bawah, kulot panjang
dan lain-lain, Qs. an-Nûr [24]: 60).
Pakaian wanita di
dalam rumahnya cukup menggunakan mihnah (kecuali ada tamu bukan mahrom, maka
wajib menutup aurat yang harus ditutup di hadapan bukan mahrom). Di hadapan
mahrom maka cukup menggunakan mihnah (kecuali di tempat umum maka harus
memenuhi pakaian wanita di tempat umum), di hadapan suami tidak ada keharusan
menutup bagian tubuhnya (walaupun dianjurkan tidak telanjang).
Adapun
aurat Wanita
Pembahasan aurat
wanita dibagi menjadi tiga keadaan, yaitu:
- Di hadapan suami mereka maka wanita boleh menampakkan seluruh bagian tubuhnya (berdasarkan hadits riwayat Bahz bin Hakim).
- Di hadapan muhrimnya dan orang-orang yang disebut dalam Qs. an-Nûr [24]: 31 dan Qs. an-Nisâ’ [4]: 23 maka baginya boleh menampilkan bagian tertentu dari anggota tubuhnya yang biasa disebut mahaluzzinah yaitu anggota badan yang biasanya dijadikan tempat perhiasan, seperti: kepala seluruhnya, tempat kalung (leher), tempat gelang tangan (pergelangan tangan) sampai pangkal lengan dan tempat gelang kaki (pergelangan kaki) sampai lutut. Mahaluzzinah ini biasa tampak ketika wanita memakai baju dalam rumah (mihnah). Selain itu anggota tubuh lain boleh tampak termasuk apabila ada hajat seperti perut, payudara, kecuali aurat yang ada di antara pusar dan lutut.
Pemahaman
mahaluzzinah ini diambil dari firman Allah SWT:
“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali…” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali…” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
Kata zinah yang secara bahasa berarti
perhiasan, tetapi bukanlah perhiasan yang biasa dipakai orang tetapi makna
zinah di sini adalah anggota badan yang merupakan tempat perhiasan
(mahaluzzinah), karena illa mâ zhahara minha yang dimaksud adalah yang biasa nampak
pada saat itu (saat ayat ini turun) yaitu muka dan telapak tangan, jadi
menyangkut anggota badan.
- Adapun di hadapan laki-laki selain suami dan muhrimnya maka aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Dasar dari penentuan aurat wanita
adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, yaitu:
“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
Sedangkan yang
dimaksud dengan yang biasa nampak daripadanya adalah wajah dan telapak tangan.
Karena dua bagian ini yang biasa nampak dari wanita muslimah di hadapan Rasul
Muhammad Saw (baik dalam sholat, haji maupun dalam kehidupan sehari-hari di
luar sholat dan haji) dan Rasul mendiamkannya sementara ayat-ayat al-Qu’ran
masih turun. Tafsir mengenai hal ini, Ibnu Abbas menyatakan yang dimaksud
dengan illa mâ zhahara minha adalah muka dan tangan, juga dari Imam Ibnu Jarir
ath-Thabari menyatakan “Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah
pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa nampak adalah muka dan
telapak tangan.” (Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jld. 18, hal. 94). Hal
tersebut diperkuat dengan sabda Rasul Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai
Asma’: Sesungguhnya wanita yang telah haid tidak layak baginya terlihat dari
tubuhnya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk pada wajah dan telapak
tangannya.” [HR. Abu Dawud, No. 3580].
Qs. an-Nûr [24]: 31
turun sebelum ayat tentang jilbab sehingga ayat ini hanya menyampaikan batasan
aurat dan perintah memakai kerudung. Sedangkan kewajiban berjilbab akan dibahas
menyusul. Adapun
berkaitan dengan apa aurat itu ditutup, maka sesungguhnya syara’ tidak
menentukan pakaian tertentu untuk menutup aurat, tetapi hanya memberikan
beberapa syarat yaitu:
- Pakaian itu tidak menampakkan aurat (dapat menutup semua aurat).
- Pakaian itu dapat menutup kulit, sehingga tidak diketahui warna kulit dari wanita yang memakainya, yaitu apakah kulitnya putih, merah, kuning, hitam dan lain-lain. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut tidak dapat diianggap sebagai penutup aurat. Jika pakaian itu tipis misal brokat, kerudung tipis, kaos kaki tipis, rukuh tipis dan lain-lain, sehingga kelihatan warna kulit (rambut) si pemakai pakaian itu, maka wanita yang memakai pakaian tersebut dianggap auratnya tampak atau tidak menutupi auratnya. Dalil bahwa syariat Islam telah mewajibkan menutup kulit sehingga tidak tampak warna kulitnya adalah hadits yang diriwayatkan dari A’isyah ra, beliau telah meriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah Saw dengan memakai baju yang tipis maka Rasulullah memalingkan wajahnya dari Asma’ dan bersabda:
“Wahai
Asma’: Sesungguhnya wanita yang telah haid tidak layak baginya terlihat dari
tubuhnya kecuali ini dan ini…” [HR. Abu Dawud, no. 3580].
Rasulullah dalam
hadits di atas menganggap baju yang tipis belum menutup aurat dan menganggap
auratnya terbuka, sehingga beliau memalingkan wajah dari Asma’ dan
memerintahkan Asma’ untuk menutup aurat. Dalil lain yang memperkuat dalam
masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan Usamah:
“Perintahkan
isterimu untuk mengenakan pakaian tipis lagi (gholalah) di bawah baju tipis
tersebut. Sesungguhnya aku takut wanita itu tersifati tulangnya.”
Rasulullah Saw ketika
mengetahui Usamah memakaikan pakaian tipis itu pada isterinya, beliau
menyuruhnya agar isterinya mengenakan pakaian tipis lagi di bawah pakaian
tipisnya itu. Dan Rasulullah memberi illat pada masalah itu dengan sabdanya:
“Sesungguhnya
aku takut wanita itu tersifati tulangnya.”
Artinya wanita harus
menutup sifat dari tulangnya, tidak boleh menggunakan pakaian yang tipis,
sehingga kelihatan warna kulitnya.
Dengan demikian
wanita harus memperhatikan 2 syarat tersebut ketika memilih jenis dan bahan
pakaian penutup aurat termasuk penutup aurat di depan mahrom dan wanita lain
seperti celana 3/4 sampai lutut, daster dan lain-lain.
Hanya saja apabila
wanita selain yang menopause berada di luar rumah atau tempat-tempat umum
(masjid, pasar, jalanan dan lain-lain) maka selain batasan aurat dan larangan
tabarruj, terdapat ketentuan lain yang perlu diperhatikan yaitu adanya
kewajiban menggunakan pakaian khusus yang telah diperintahkan Allah berupa
khimar (kerudung) dan jilbab (jubah langsungan dari atas sampai ujung kaki),
bukan pakaian lain seperti baju panjang atas bawah, kulot panjang dan
lain-lain. Meskipun jenis baju tersebut menutup aurat tetapi bukan termasuk
jilbab, oleh karena itu jenis pakaian tersebut hanya bisa dipakai oleh wanita
yang sudah menopause dan sudah tidak punya keinginan seksual (Qs. an-Nûr [24]:
60). Untuk wanita menopause ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam
berpenampilan yaitu tidak diperbolehkan tabarruj. Oleh karena itu celana
panjang, kaos kaki panjang, kaos stret pas badan tidak boleh digunakan sebagai
penutup aurat wanita menopause karena termasuk tabarruj (menonjolkan kecantikan
dan perhiasan/bentuk tubuh). Untuk lebih detailnya tentang pakaian khusus di
kehidupan umum maka dapat dilihat pada pembahasan selanjutnya.
Pakaian Wanita di dalam Kehidupan Umum
Pakaian Wanita di dalam Kehidupan Umum
Dalam kehidupan umum,
yaitu pada saat wanita berada di luar rumahnya/di hadapan laki-laki non mahrom,
maka seorang wanita harus menggunakan pakaian secara sempurna, yakni:
- Menutup aurat;
- Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan memenuhi kriteria irkha’);
- Tidak tembus pandang;
- Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya;
- Tidak tabarruj;
- Tidak menyerupai pakaian laki-laki;
- Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.
Dalil-dalil mengenai
masalah ini lihat lagi pembahasan di atas. Adapaun dalil lainnya adalah sebagai
berikut:
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkankhumur (kain
kerudung) ke juyub (dada)-nya, dan janganlah menampakkan perhiasanyaa, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung’.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
Kewajiban menggunakan
khumur muncul dari perintah dan hendaklah mereka menutupkan khumur/kain
kerudung ke juyub (dada)-nya.
Khumur adalah jama’
dari khimar yaitu kerudung yang menutupi kepala, dan juyub adalah jama’ dari
kata jaibun yaitu ujung pakaian (kancing pembuka) yang ada di sekitar leher dan
di atas dada. Dengan kata lain khimar adalah kain yang menutupi kepala tanpa
menutupi wajah, terulur sampai sampai menutupi ujung pakaian bawah (jilbab)
yakni kancing baju di atas dada. Dengan demikian untuk bagian atas badan wanita
diwajibkan mengenakan kerudung yang diulurkan sampai ujung pakaian (kancing
pembuka)/di atas dada. Sedangkan bawahnya diperintahkan menggunakan
jilbab/jubah. Dalil kewajibannya adalah sebagai berikut:
- Ungkapan Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka sebagaimana disebutkan dalamfirman Allah SWT:
“Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.
al-Ahzab [33]: 59).
- Kebolehan menanggalkan pakaian luar (jilbab) bagi wanita menopouse dengan ungkapan tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka sebagaimana dalam firman Allah SWT:
“Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar)
mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan (tabarruj), dan berlaku
sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Qs. an-Nûr [24]: 60).
- Ungkapan salah seorang di antara kami tidak mempunyai jilbab, Rasulullah bersabda: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” Sebagimana dalam hadits dari Ummu ‘Athiyah ra. Berkata:
Rasulullah memerintahkan kepada kami,
nenek-nenek, wanita yang sedang haid, wanita pingitan untuk keluar pada hari
raya Fitri dan Adha. Maka bagi wanita yang sedang haid janganlah sholat dan
hendaklah menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Saya berkata: “Ya
Rasulullah salah seorang di antara kami tidak mempunyai jilbab”, Rasulullah
bersabda: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR. Muslim, no 1475].
Pada Qs. al-Ahzab
[33]: 59 dan hadist dari Ummu ‘Athiyah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan
muslimah menggunakan sejenis pakaian yang disebut jilbab.
D. Nilai positif Akhlak Berpakaian
Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk melindungi
kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian,
langsung terkena pancaran sinar ultra violet, maka kulit kita akan terbakar dan
kita bisa mengalami kanker kulit.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh menusia agar tetap stabil, dengan menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita. Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, apabila kita menggunakan pakaian yang bagus dan kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakaian yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah baju kita suci dan pantas untuk dipakai.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh menusia agar tetap stabil, dengan menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita. Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, apabila kita menggunakan pakaian yang bagus dan kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakaian yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah baju kita suci dan pantas untuk dipakai.
E. Membiasakan akhlak berpakaian
Agama Islam memerintahkan pemeluknya agara berpakaian yang baik dan bagus,
sesuai dengan kemampuan masing – masing. Dalam pengertian bahwa pakaian
tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat dan
keindahan.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al – Qur’an dan Hadits. Didalam Islam, kita sebagai umat Allah tidak diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, tetap harus mengikuti aturan itu sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq. Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari Dunia Barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai umat muslim. Maka dari itu biasakanlah berpakaian sesuai syari’at Islam, agar tidak terpengaruh oleh pengaruh – pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturanNya.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al – Qur’an dan Hadits. Didalam Islam, kita sebagai umat Allah tidak diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, tetap harus mengikuti aturan itu sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq. Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari Dunia Barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai umat muslim. Maka dari itu biasakanlah berpakaian sesuai syari’at Islam, agar tidak terpengaruh oleh pengaruh – pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturanNya.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pakaian dalam ketentuan islam adalah pakaian yang memenuhi
nilai kesopanan, kesantunan, dan keindahan, baik sebagai seorang muslim atau
seorang muslimah. Dimana, seperti yang kita ketahui bahwa setiap seorang muslin
dan mesulimah memiliki ketentuan khusus dalam berpakaian, yaitu mengenai aurat.
Aurat laki – laki ( muslim ) adalah antara pusar dan lutut, sedangkan aurat
bagi seorang wanita (muslimah) yaitu seluruh anggota tubuh kecuali muka dan
telapak tangan. Adapun ketentuan pakaian bagi seorang muslim dan muslimah
yaitu, tidak menyerupai lawan jenisnya, larangan memakia emas dan sutra (bagi
laki – laki), pakaian tidak ketat dan menutupi seluruhn anggota tubuh serta
tidak tarnsparan / tipis (bagi muslimah).
B.
SARAN
Untuk lebih
melengkapi makalah ini, bagi pemakalah selanjutnya diharapkan dapat melengkapi
secara mendalam terhadap materi
ketentuan pakaian dalam islam.