Jumat, 13 Juli 2012

aik fajry n thamy


BAB I
PENDAHULUAN
A.          LATAR BELAKANG
Seperti apakah berpakaian menurut Islam? Sebelum membahas berpakaian menurut Islam, hendaknya kita ketahui dulu hakikat pakaian. Pakaian adalah salah satu kebutuhan pokok manusia disamping kebutuhan makanan dan tempat tinggal. Menurut Islam pakaian tidak hanya berfungsi sebagai penutup tubuh, baik sebagai fungsi pembeda (diferensiasi), fungsi penentu perilaku, fungsi emosional, fungsi perlindungan, fungsi estetika, penutup aurat, tetapi yang terpenting adalah sebagai fungsi ibadah dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam ajaran Islam, terdapat batasan – batasan tertentu untuk laki – laki maupun perempuan. Khususnya bagi seorang muslimah, mereka memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslimah sejati. Bila pada umumnya pakaian adat bersifat lokal, namun pakaian muslimah bersifat universal. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahasa bagai manakah ketentuan Islam tentang pakaian, baik bagi perempuan maupun bagi seorang laki – laki.
B.       RUMUSAN MASALAH
Dari paparan latar belakang diatas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang rumusan masalah yang akan di bahas, yaitu :
1.      Bagaimana Hakekat pakaian dalam Islam?
2.      Bagaimana Ketentuan Islam tentang pakaian laki – laki ?
3.      Bagaimana Ketentuan Islam tentang pakaian perempuan?





BAB II
PEMBAHASAN
A.     HAKEKAT PAKAIAN DALAM ISLAM
Hakekat berpakaian dalam islam dapat kita lihat daro penyebutan fungsi pakaian dalam Al – Qur’an, di antaranya :
Pertama, berpakaian sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan. Allah SWT berfirman,
يَابَنِي آدَمَقَدْأَنزَلْنَاعَلَيْكُمْلِبَاسًايُوَارِيسَوْءَاتِكُمْوَرِيشًاوَلِبَاسُالتَّقْوَىَذَلِكَخَيْرٌذَلِكَ” "ونَمِنْآيَاتِاللّهِلَعَلَّهُمْيَذَّكَّرُ
 “Wahai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik”. (QS.Al – A’raf , 7:26)

Kedua, pakaian adalah sebagai pelindung dari sengatan panas dan dingin. Allah SWT berfirman,
              بَأْسَكُمْكَذَلِكَيُتِمُّنِعْمَتَهُعَلَيْكُمْلَعَلَّكُمْتُسْلِمُونَ وَسَرَابِيلَتَقِيكُم  ....“
 “........dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas.” (QS. An – Nahl, 16:81)

Ketiga, pakaian adalah sebagai tanda atau identitas yang membedakannya dari golongan lain.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri – istrimu, anak – anak perempuanmu dan istri – istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’Yang demikian itu, supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al – Ahzab, 33:59).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hakekat pakaian dalam Islam adalah pakaian yang memenuhi unsur kepantasan, kesopanan, dan  keindahan. Jika dalam Al – Qur’an penyebutnnya secara global, namun dalam hadits penyebutannya terperinci. Dalam beberapa hadits dinyatakan bahwa kriteria pakaian dalam islam yaitu :
a.       Pakaian yang dipakai tidak menyerupai lawan jenis
b.      Pakaian yang dipakai tidak ketat, tidak transparan dan menutupi seluruh tubuh
c.       Pakaian yang dipakai tidak untuk berbangga diri dan ria’
d.      Pakaian yang dipakai tidak mengandung unsur syirik dan segala sesuatu yang diharamkan Allah.
B.     Ketentuan Islam tentang Pakaian Laki – laki
Pakaian yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:
1. Menutup aurat;
2. Tidak terbuat dari emas atau sutera;
3. Tidak menyerupai pakaian wanita;
4. Tidak menyerupai orang-orang kafir.
a.      Aurat Laki-Laki
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, berdasarkan riwayat ‘Aisyah:
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya, beliau menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada di antara kalian yang menikahkan pembantu, baik seorang budak ataupun pegawainya, hendaklah ia tidak melihat bagian tubuh antara pusat dan di atas lututnya.” [HR. Abu Dawud, no. 418 dan 3587].

Rasulullah Saw bersabda:
Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut. [HR. ad-Daruquthni dan al-Baihaqi, lihat Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid].

Dari Muhammad bin Jahsyi, ia berkata: Rasulullah Saw melewati Ma’mar, sedang kedua pahanya dalam keadaan terbuka. Lalu Nabi bersabda:
“Wahai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu itu, karena sesungguhnya kedua paha itu aurat.” [HR. Ahmad dan Bukhari, lihat Ahkamush Sholat, Ali Raghib].

Jahad al-Aslami (salah seorang ashabus shuffah) berkata: pernah Rasulullah Saw duduk di dekat kami sedang pahaku terbuka, lalu beliau bersabda:
 “Tidakkah engkau tahu bahwa paha itu aurat?” [HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Malik, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-Shabuni].
Juga Rasulullah Saw pernah berkata kepada Ali ra: “Janganlah engkau menampakkan pahamu dan janganlah engkau melihat paha orang yang masih hidup atau yang sudah mati.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-Shabuni].





b.    Larangan Memakai Emas Dan Sutera Bagi Laki-Laki
Larangan ini berdasarkan hadits:
Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib r.a katanya: “Rasulullah Saw memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Baginda memerintahkan kami menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, menunaikan sumpah dengan benar, menolong orang yang dizalimi, memenuhi undangan dan memberi salam. Baginda melarang kami memakai cincin atau bercincin emas, minum dengan bekas minuman dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qasiy yaitu dari sutera, serta mengenakan pakaian sutera, sutera tebal dan sutera halus.” [HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, CD Al-Bayan 1212].

c.    Larangan Menyerupai Wanita
Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk berpakaian menyerupai wanita dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku termasuk berpakaian seperti laki-laki.
d.    Larangan Menyerupai Orang Kafir
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dilarang bagi muslim maupun muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui pakaian, sikap, gaya hidup maupun pandangan hidup. Bagi seorang laki-laki pakaian yang harus dikenakan sama, apakah dia di dalam rumah, di luar rumah, di hadapan mahram atau bukan, kecuali di hadapan isteri.
C.    Pakaian Perempuan dalam Islam
Adapun pakaian yang dikenakan oleh seorang muslimah haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Menutup aurat;
2.      Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan     memenuhi kriteria irkha’);
3.      Tidak tembus pandang;
4.      Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya
5.       Tidak tabarruj;
6.      Tidak menyerupai pakaian laki-laki;
7.      Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.

Rincian masing-masing persyaratan di atas berbeda-beda berdasarkan:
1.      Keberadaan wanita di tempat umum atau di tempat khusus.
2.      Keberadaan wanita di hadapan mahram atau bukan atau di hadapan suami atau bukan.
Penampilan wanita dibedakan antara tempat khusus dan tempat umum. Misalnya di dalam rumsah sendiri seorang wanita boleh membuka jilbabnya dan hanya memakai mihnahnya, kecuali jika ada tamu laki-laki non muhrim. Adapun di tempat umum penampilan wanita dibatasi dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.       Kewajiban menutup aurat, seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
b.      Kewajiban menggunakan pakaian khusus di kehidupan umum, yaitu kerudung (khimar) dan jilbab (pakaian luar yang luas (seperti jubah) yang menutup pakaian harian yang biasa dipakai wanita di dalam rumah (mihnah), yang terulur langsung dari atas sampai ujung kaki.
c.       Larangan tabarruj (menonjolkan keindahan bentuk tubuh, kecantikan dan perhiasan di depan laki-laki non muhrim atau dalam kehidupan umum).
d.      Larangan tasyabbuh terhadap laki-laki.
Khusus untuk wanita menopause diperbolehkan Allah untuk melepaskan jilbabnya hanya saja tetap diperintahkan untuk tidak tabarruj, sehingga diperbolehkan baginya menggunakan baju panjang selapis/tidak rangkap (bukan jilbab) model apa saja selama tidak menampakkan keindahan tubuhnya seperti baju panjang atas bawah, kulot panjang dan lain-lain, Qs. an-Nûr [24]: 60).
Pakaian wanita di dalam rumahnya cukup menggunakan mihnah (kecuali ada tamu bukan mahrom, maka wajib menutup aurat yang harus ditutup di hadapan bukan mahrom). Di hadapan mahrom maka cukup menggunakan mihnah (kecuali di tempat umum maka harus memenuhi pakaian wanita di tempat umum), di hadapan suami tidak ada keharusan menutup bagian tubuhnya (walaupun dianjurkan tidak telanjang).


Adapun aurat Wanita
Pembahasan aurat wanita dibagi menjadi tiga keadaan, yaitu:
  1. Di hadapan suami mereka maka wanita boleh menampakkan seluruh bagian tubuhnya (berdasarkan hadits riwayat Bahz bin Hakim).
  2. Di hadapan muhrimnya dan orang-orang yang disebut dalam Qs. an-Nûr [24]: 31 dan Qs. an-Nisâ’ [4]: 23 maka baginya boleh menampilkan bagian tertentu dari anggota tubuhnya yang biasa disebut mahaluzzinah yaitu anggota badan yang biasanya dijadikan tempat perhiasan, seperti: kepala seluruhnya, tempat kalung (leher), tempat gelang tangan (pergelangan tangan) sampai pangkal lengan dan tempat gelang kaki (pergelangan kaki) sampai lutut. Mahaluzzinah ini biasa tampak ketika wanita memakai baju dalam rumah (mihnah). Selain itu anggota tubuh lain boleh tampak termasuk apabila ada hajat seperti perut, payudara, kecuali aurat yang ada di antara pusar dan lutut.
Pemahaman mahaluzzinah ini diambil dari firman Allah SWT:

“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali…” (Qs. an-Nûr [24]: 31).

     Kata zinah yang secara bahasa berarti perhiasan, tetapi bukanlah perhiasan yang biasa dipakai orang tetapi makna zinah di sini adalah anggota badan yang merupakan tempat perhiasan (mahaluzzinah), karena illa mâ zhahara minha yang dimaksud adalah yang biasa nampak pada saat itu (saat ayat ini turun) yaitu muka dan telapak tangan, jadi menyangkut anggota badan.
  1. Adapun di hadapan laki-laki selain suami dan muhrimnya maka aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Dasar dari penentuan aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, yaitu:

“….dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).

Sedangkan yang dimaksud dengan yang biasa nampak daripadanya adalah wajah dan telapak tangan. Karena dua bagian ini yang biasa nampak dari wanita muslimah di hadapan Rasul Muhammad Saw (baik dalam sholat, haji maupun dalam kehidupan sehari-hari di luar sholat dan haji) dan Rasul mendiamkannya sementara ayat-ayat al-Qu’ran masih turun. Tafsir mengenai hal ini, Ibnu Abbas menyatakan yang dimaksud dengan illa mâ zhahara minha adalah muka dan tangan, juga dari Imam Ibnu Jarir ath-Thabari menyatakan “Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa nampak adalah muka dan telapak tangan.” (Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jld. 18, hal. 94). Hal tersebut diperkuat dengan sabda Rasul Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai Asma’: Sesungguhnya wanita yang telah haid tidak layak baginya terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk pada wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud, No. 3580].
Qs. an-Nûr [24]: 31 turun sebelum ayat tentang jilbab sehingga ayat ini hanya menyampaikan batasan aurat dan perintah memakai kerudung. Sedangkan kewajiban berjilbab akan dibahas menyusul. Adapun berkaitan dengan apa aurat itu ditutup, maka sesungguhnya syara’ tidak menentukan pakaian tertentu untuk menutup aurat, tetapi hanya memberikan beberapa syarat yaitu:
  1. Pakaian itu tidak menampakkan aurat (dapat menutup semua aurat).
  2. Pakaian itu dapat menutup kulit, sehingga tidak diketahui warna kulit dari wanita yang memakainya, yaitu apakah kulitnya putih, merah, kuning, hitam dan lain-lain. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut tidak dapat diianggap sebagai penutup aurat. Jika pakaian itu tipis misal brokat, kerudung tipis, kaos kaki tipis, rukuh tipis dan lain-lain, sehingga kelihatan warna kulit (rambut) si pemakai pakaian itu, maka wanita yang memakai pakaian tersebut dianggap auratnya tampak atau tidak menutupi auratnya. Dalil bahwa syariat Islam telah mewajibkan menutup kulit sehingga tidak tampak warna kulitnya adalah hadits yang diriwayatkan dari A’isyah ra, beliau telah meriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah Saw dengan memakai baju yang tipis maka Rasulullah memalingkan wajahnya dari Asma’ dan bersabda:
“Wahai Asma’: Sesungguhnya wanita yang telah haid tidak layak baginya terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini…” [HR. Abu Dawud, no. 3580].
Rasulullah dalam hadits di atas menganggap baju yang tipis belum menutup aurat dan menganggap auratnya terbuka, sehingga beliau memalingkan wajah dari Asma’ dan memerintahkan Asma’ untuk menutup aurat. Dalil lain yang memperkuat dalam masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan Usamah:
“Perintahkan isterimu untuk mengenakan pakaian tipis lagi (gholalah) di bawah baju tipis tersebut. Sesungguhnya aku takut wanita itu tersifati tulangnya.”
Rasulullah Saw ketika mengetahui Usamah memakaikan pakaian tipis itu pada isterinya, beliau menyuruhnya agar isterinya mengenakan pakaian tipis lagi di bawah pakaian tipisnya itu. Dan Rasulullah memberi illat pada masalah itu dengan sabdanya:
“Sesungguhnya aku takut wanita itu tersifati tulangnya.”
Artinya wanita harus menutup sifat dari tulangnya, tidak boleh menggunakan pakaian yang tipis, sehingga kelihatan warna kulitnya.
Dengan demikian wanita harus memperhatikan 2 syarat tersebut ketika memilih jenis dan bahan pakaian penutup aurat termasuk penutup aurat di depan mahrom dan wanita lain seperti celana 3/4 sampai lutut, daster dan lain-lain.
Hanya saja apabila wanita selain yang menopause berada di luar rumah atau tempat-tempat umum (masjid, pasar, jalanan dan lain-lain) maka selain batasan aurat dan larangan tabarruj, terdapat ketentuan lain yang perlu diperhatikan yaitu adanya kewajiban menggunakan pakaian khusus yang telah diperintahkan Allah berupa khimar (kerudung) dan jilbab (jubah langsungan dari atas sampai ujung kaki), bukan pakaian lain seperti baju panjang atas bawah, kulot panjang dan lain-lain. Meskipun jenis baju tersebut menutup aurat tetapi bukan termasuk jilbab, oleh karena itu jenis pakaian tersebut hanya bisa dipakai oleh wanita yang sudah menopause dan sudah tidak punya keinginan seksual (Qs. an-Nûr [24]: 60). Untuk wanita menopause ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam berpenampilan yaitu tidak diperbolehkan tabarruj. Oleh karena itu celana panjang, kaos kaki panjang, kaos stret pas badan tidak boleh digunakan sebagai penutup aurat wanita menopause karena termasuk tabarruj (menonjolkan kecantikan dan perhiasan/bentuk tubuh). Untuk lebih detailnya tentang pakaian khusus di kehidupan umum maka dapat dilihat pada pembahasan selanjutnya.
Pakaian Wanita di dalam Kehidupan Umum
Dalam kehidupan umum, yaitu pada saat wanita berada di luar rumahnya/di hadapan laki-laki non mahrom, maka seorang wanita harus menggunakan pakaian secara sempurna, yakni:
  1. Menutup aurat;
  2. Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur, mihnah dan memenuhi kriteria irkha’);
  3. Tidak tembus pandang;
  4.  Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya;
  5. Tidak tabarruj;
  6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki;
  7. Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.
Dalil-dalil mengenai masalah ini lihat lagi pembahasan di atas. Adapaun dalil lainnya adalah sebagai berikut:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkankhumur (kain kerudung) ke juyub (dada)-nya, dan janganlah menampakkan perhiasanyaa, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung’.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
Kewajiban menggunakan khumur muncul dari perintah dan hendaklah mereka menutupkan khumur/kain kerudung ke juyub (dada)-nya.
Khumur adalah jama’ dari khimar yaitu kerudung yang menutupi kepala, dan juyub adalah jama’ dari kata jaibun yaitu ujung pakaian (kancing pembuka) yang ada di sekitar leher dan di atas dada. Dengan kata lain khimar adalah kain yang menutupi kepala tanpa menutupi wajah, terulur sampai sampai menutupi ujung pakaian bawah (jilbab) yakni kancing baju di atas dada. Dengan demikian untuk bagian atas badan wanita diwajibkan mengenakan kerudung yang diulurkan sampai ujung pakaian (kancing pembuka)/di atas dada. Sedangkan bawahnya diperintahkan menggunakan jilbab/jubah. Dalil kewajibannya adalah sebagai berikut:
  1. Ungkapan Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka sebagaimana disebutkan dalamfirman Allah SWT:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).
  1. Kebolehan menanggalkan pakaian luar (jilbab) bagi wanita menopouse dengan ungkapan tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka sebagaimana dalam firman Allah SWT:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan (tabarruj), dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. an-Nûr [24]: 60).
  1. Ungkapan salah seorang di antara kami tidak mempunyai jilbab, Rasulullah bersabda: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” Sebagimana dalam hadits dari Ummu ‘Athiyah ra. Berkata:
     Rasulullah memerintahkan kepada kami, nenek-nenek, wanita yang sedang haid, wanita pingitan untuk keluar pada hari raya Fitri dan Adha. Maka bagi wanita yang sedang haid janganlah sholat dan hendaklah menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Saya berkata: “Ya Rasulullah salah seorang di antara kami tidak mempunyai jilbab”, Rasulullah bersabda: “Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR. Muslim, no 1475].

Pada Qs. al-Ahzab [33]: 59 dan hadist dari Ummu ‘Athiyah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan muslimah menggunakan sejenis pakaian yang disebut jilbab.
D.     Nilai positif Akhlak Berpakaian
Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk melindungi kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian, langsung terkena pancaran sinar ultra violet, maka kulit kita akan terbakar dan kita bisa mengalami kanker kulit.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh menusia agar tetap stabil, dengan menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita. Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, apabila kita menggunakan pakaian yang bagus dan kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakaian yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah baju kita suci dan pantas untuk dipakai
.
E.     Membiasakan akhlak berpakaian
Agama Islam memerintahkan pemeluknya agara berpakaian yang baik dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing – masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat dan keindahan.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al – Qur’an dan Hadits. Didalam Islam, kita sebagai umat Allah tidak diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, tetap harus mengikuti aturan itu sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq. Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari Dunia Barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai umat muslim. Maka dari itu biasakanlah berpakaian sesuai syari’at Islam, agar tidak terpengaruh oleh pengaruh – pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturanNya.
















BAB III
PENUTUP
A.     SIMPULAN
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pakaian dalam ketentuan islam adalah pakaian yang memenuhi nilai kesopanan, kesantunan, dan keindahan, baik sebagai seorang muslim atau seorang muslimah. Dimana, seperti yang kita ketahui bahwa setiap seorang muslin dan mesulimah memiliki ketentuan khusus dalam berpakaian, yaitu mengenai aurat. Aurat laki – laki ( muslim ) adalah antara pusar dan lutut, sedangkan aurat bagi seorang wanita (muslimah) yaitu seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Adapun ketentuan pakaian bagi seorang muslim dan muslimah yaitu, tidak menyerupai lawan jenisnya, larangan memakia emas dan sutra (bagi laki – laki), pakaian tidak ketat dan menutupi seluruhn anggota tubuh serta tidak tarnsparan / tipis (bagi muslimah).
B.     SARAN
Untuk lebih melengkapi makalah ini, bagi pemakalah selanjutnya diharapkan dapat melengkapi secara mendalam terhadap materi  ketentuan pakaian dalam islam.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar